3. Sabar
Sabar juga termasuk ibadah
batin yang tinggi nilainya dalam pandangan Allah. Banyak firman Allah tentang
sabar di dalam al-Qur’an, antara lain:
Artinya:
Sesungguhnya hanya orang-orang yang sabarlah yang dicukupkan pahala
mereka tanpa batas.
يَآ أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا اسْتَعِيْنُوْا بالصَّبْرِِوَالصَّلاَةِ
إِنَّ اللهَ مَعَ الصَّابرِيْنَ [2]
Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, mohonlah
pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan (menjalankan) shalat, Sesungguhnya
Allah beserta orang-orang yang sabar.
Sebaliknya, orang yang tidak
sabar, yaitu putus asa, menggerutu, gegabah, terburu-buru, dan sebagainya,
berat sekali akibat
yang dideritanya; bahkan diperingatkan oleh Allah SWT, seperti disebutkan di
dalam hadis qudsi:
أنَا اللهُ لآ إِلهَ إِلاَّ أَنَا مَنْ لَمْ يَشْكُرْ
عَلَى نَعْمَآئِي وَلَمْ يَصْبِرْ عَلَى بَلآئِي وَلَمْ يَرْضَ بِقَضَآئِي فَلْيَتَّحِذْ
رَبًّا سِوَآئِي
Artinya:
Aku Allah, tiada Tuhan melainkan Aku; siapa tidak
bersyukur atas nikmat-nikmat pemberian-Ku, tidak bersabar atas ujian-Ku dan
ridla terhadap kepastian qadla-Ku, maka carilah Tuhan selain Aku.
Pengertian dan praktek sabar
luas sekali, sebagaimana disabdakan oleh Rasulullah SAW:
الصَّبْرُ ثَلاَثَةٌ فَصَبْرٌ عَلَى الْمُصِيْبَةِ وَصَبْرٌ
عَلَى الطَّاعَةِ وَصَبْرٌ عَنِ المَعْصِيةِ... (رواه ابن أبي الدنيا عن علي)
Maksudnya demikian; sabar ada tiga macam, yakni:
a.
|
صَبْرٌ عَلَى الْمُصِيْبَةِ
|
(Shabrun ’ala al-Mushibah)
|
b.
|
صَبْرٌ فِي الطَّاعَةِ
|
(Shabrun fi al-Tha’ah
)
|
c.
|
صَبْرٌ عَنِ الْمَعْصِيَةِ
|
(Shabrun ’an al-Ma’shiyah)
|
a. Shabrun ’ala al-Mushibah
Shabrun ’ala al-mushibah adalah sabar, tabah, tahan
uji menghadapi berbagai ujian dan cobaan hidup. Diuji soal ekonomi, soal
kesehatan, soal keluarga, soal pekerjaan dan sebagainya. Bersabdalah Rasulullah
SAW:
Artinya:
Sabar satu saat atas mushibah
itu lebih baik daripada ibadah setahun.
b. Shabrun fi al-Tha’ah
Shabrun fi al-tha’ah adalah kuat, tabah, tekun,
rajin, dan bersunguh-sungguh dalam menjalankan ketaatan; tidak menoleh ke kanan dan ke kiri; tidak
terpengaruh sekalipun bagaimana rintangan dan gangguannya.
c. Shabrun ’an al-Ma’shiyah
Shabrun ’an al-ma’shiyah adalah kuat menahan diri dari
maksiat. Betapapun pengaruh dan rayuan maksiat, orang yang sabar tidak
terpengaruh sedikitpun olehnya, tetapi menjauhkan dan menahan atau
menghindarkan diri dari maksiat. Sekalipun ada tekanan-tekanan dan
ancaman-ancaman yang ditujukan kepadanya, dia tidak gentar, tidak takut, dan
tetap menahan diri dari perbuatan maksiat.
Di dalam prakteknya, sabar
harus bersamaan dengan tawakkal. Di samping sabar harus tawakkal,
pasrah, sumeleh, menyerah bongkokan kepada Allah SWT. Sabar tanpa tawakkal
adalah sabar imitasi, sabar palsu, dan dengan sendirinya, salah guna dan ada
pamrih di balik sabarnya itu. Misalnya ada orang mengatakan: ”Sudah tidak
kurang-kurang saya menyabarkan diri, akan tetapi, yah, keadaan masih tetap
begini saja”. Ini bukan sabar, tetapi malah menggerutu, tidak sabar atas apa
yang dialaminya.
Definisi tawakkal
antara lain disebutkan dalam kitab Ihya’:
Artinya:
Tawakkal adalah ibarat dari bersandarnya hati kepada Wakil
satu-satunya.
Dengan demikian, tawakkal
adalah perbuatan atau sikap batin dan termasuk ibadah batin yang diperintahkan
Allah. Banyak sekali ayat-ayat di dalam al-Qur’an tentang tawakkal antara
lain:
Artinya:
Dan siapa yang bertawakkal kepada Allah, maka Allah-lah yang mencukupkan
(keperluan)-nya.
Orang yang tidak tawakkal
pasti mengandalkan selain Allah; dia mengandalkan kepandaian, semangat, usaha,
perjuangan, jasa-jasa, taat dan ibadah, kekuatan, dan sabarnya, dan sebagainya,
yang semua itu merupakan tandingan terhadap kekuasaan Allah. Orang seperti itu
terjebak ke dalam syirik khafi (samar), tetapi dia tidak merasa (tidak
menyadari).
Di samping sabar dan tawakkal,
ada lagi kewajiban yang harus diisi, yaitu ikhtiar (usaha) mencari keadaan yang
lebih baik. Misalnya orang sakit, di samping harus sabar dan tawakkal
atas derita sakit yang dialaminya, berkewajiban usaha mencari kesembuhan; mencari jamu atau obat ke dokter
dan lain-lain. Akan tetapi harus dijaga, di dalam ikhtiar itu jangan sampai
mengandalkan ikhtiarnya; sekalipun sudah ikhtiar, harus tetap sabar dan tawakkal.
Sebab jika orang mengandalkan usahanya, mengandalkan jamu atau obat, maka
tawakkalnya menjadi hilang, sabarnya pun hilang pula. Orang yang mengandalkan
usahanya, jika usahanya tidak berhasil, maka ia ngresulo, menggerutu,
atau bisa putus asa; jika usahanya berhasil, maka ia merasa bangga, sombong dan
semakin berlarut-larut, semakin jauh dari Allah.
Dengan demikian, sabar, tawakkal,
dan ikhtiar harus gandeng menjadi satu. Jika hanya sabar dan tawakkal saja,
tidak ikhtiar, padahal ada kemampuan dan kondisi yang memungkinkan, maka akan
terjadi salah guna, salah penerapan. Akibatnya, ia menjadi orang lumpuh usaha
alias pemalas, padahal sifat malas menjadi makanan nafsu. Kemudian dia
mengandalkan tawakkal karena sifat malas itu, dan hal ini jelas
tertipu oleh bujukan nafsunya. Begitu juga, jika hanya ikhtiar tanpa ada
kesabaran dan tawakkal, maka hal itu akan menyeret kepada kesesatan.
Sabar itu
menjadi kunci keselamatan dan alat peraih bermacam-macam pertolongan, tawfiq,
hidayah, dan perlindungan Allah SWT. Dalam kaitan ini, bersabda Rasullullah SAW:
مَنْ أُعْطِيَ فَشَكَرَ وَابْتُلِىَ
فَصَبَرَ وَظُلِمَ فَغَفَرَ وَظَلَمَ فَاسْتَغفَرَ, سَكَتَ رَسُوْلُ الله r قالَ: لهُمُ اْلأَمْنُ
وَهُمْ مُهْتَدُوْنَ (رواه الطبراني والبيهقي عن سخبرة)
Artinya:
“Siapa yang diberi kemudian bersyukur, diuji
bersabar, dizalimi memaafkan, berbuat zalim lalu minta maaf," Rasulullah
SAW berdiam sejenak, kemudian bersabda lagi, “mereka itulah orang-orang yang
aman (selamat) dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk” (H.R.
Thabrani dan Bayhaqi dari Sakhbarah).
Sabda Rasulullah SAW lagi:
إِنَّ أَعْظَمَ الْجَزَاءِ مَعَ أَعْظَمِ الْبَلآءِ وَإِنَّ
اللهَ تَعَالى إِذَا أَحَبَّ عَبْدًا ابْتَلاَهُ وَإِذَا صَبَرَ اِجْتَبَاهُ وَإِذَا
رَضِيَ اصْطَفَاهُ [6]
Artinya:
Sesungguhnya paling besarnya balasan Allah itu
disertai dengan besarnya balak (ujian). Dan sesungguhnya apabila Allah
SAW mencintai seorang hamba, Allah menguji nya lebih dahulu, jika sabar maka Allah memilihnya
dan jika ridla, disayanginya.
Kata-kata orang kuno yang
cocok dengan hadis tersebut adalah ”wong sabar kasihane Allah” (orang
yang sabar itu kekasih Allah). Oleh karenanya, siapa yang ingin
dikasihi, dicintai oleh Allah, maka dia harus sabar dan rida. Dikatakan bahwa “shabir”
(orang yang bersabar) itu lebih utama daripada “syakir” (orang yang
bersyukur). Sebab, terhadap “syakir” Allah menjanjikan “la-azidannakum”
(kelipatan tambahan nikmat), sedangkan terhadap ”shabir” Allah
menjanjikan “Innalla>ha ma’a al-shabirin” (Allah menyertai orang-orang
yang bersabar).